Filosofi Bumerang
Rasanya saya
harus menulis hal ini, terkait isu yang sangat panas dan saya tidak mau
ketinggalan untuk menorehkan rekam tulisan yang akan saya nilai dikemudian hari
saat saya tua. Bagaimana kritis dan cara saya berfikir. Ya, isu terkait penistaan
agama. Ini adalah sudut pandang saya, bagi yang tidak berkenan baiknya kita
menyepakati dari sekarang, bahwa ini adalah buah pikir saya.
Ini adalah
sejarah. Bagaimana media dan masyarakat terus memborbardir masalah ini agar
terus berlanjut dan berujung. Ya, ini benar-benar masalah yang tidak pernah bisa
selesai di Indonesia dari zaman dulu, kalau orang-orang bilang sejak zaman
Sukarno. Bagi aku, sejak zaman Gusdur, saat Isu SARA sangat memuncak dan beliau
dengan bijaksana mengeluarkan kebijakannya bahwa etnis tionghoa berhak hidup di
Indonesia, bahwa Indonesia ini adalah Binneka Tunggal Ika. Melalui Pak Ahok
lah, kita bakal tau mau dibawa kemana Indonesia ini dan jika kita ingin menyelesaikan,
maka melalui kasus ini, mari kita selesaikan.
Jika kita
kembali lagi menilik (Al-Maidah:51), di dalam al-quran yang aku miliki bertahun-tahun jauh sebelum kasus ini blow up, Kata aulia didalamnya adalah teman setia. Padahal ini al-quran
yang telah aku baca bertahun-tahun, aku gunakan, dan sudah lusuh. Telah disetujui
oleh Departemen Agama yang sudah lulus dari Lajnah Pentashih Mushaf Al-Quran.
Maka ketika kaum muslimin berteriak keras menggunakan Al-Maidah:51, muncul-lah
pesan berantai di WA saya bahwa al-quran yang mengatakan aulia berarti “teman
setia” itu adalah tafsir yang salah atau rekayasa. Well, aku abaikan saja saat itu, karena aku tidak percaya.
Lalu sebenarnya apa kata auliya itu
sendiri artinya ? Sebenernya konteksnya sangat banyak. Bukan saja pemimpin,
tapi teman berbagi, orang kepercayaan, juga pelindung.Tapi bagi saya pribadi tidak jelas. Maka saya bergeser ke Al-Maidah:57, di ayat tersebut jelas-jelas dikatakan jangan
menjadikan pemimpinmu dari golongan orang kafir. Kurang lebih
seperti itu. Dari sini saya mengerti bagaimana adab memilih pemimpin, bukan dari Al-Maidah:51 tapi yang sangat jelas adalah Al-Maidah:57.
Dan pada saat
heboh-hebohnya isu SARA ini, Dr. Zakir Naik saat itu sedang melakukan safari
dakwah ke Indonesia dan pada kesempatan itu ada yang menanyakan keterkaitan
Al-Maidah:51, maka dengan jelasnya beliau mengatakan bahwa dirinya tau kemana
pertanyaan ini akan tergiring terkait dengan akan dilaksanakannya PILKADA DKI. Menurut
beliau, jika negara tersebut dipimpin oleh yang bukan Islam, maka bukanlah
masalah, karena sistem yang dilakukan adalah melalui pemilu, bukan seperti
zaman nabi. Sekarang tinggal menentukan sesuai dengan kondisi negara tersebut
dan banyaknya golongan agama A, B, C dst di negara tersebut. Maka sudah pasti
golongan agama terbanyak yang akan menang.
Dr.Zakir mengatakan,
kasus pertama, jika ada dua pasangan calon yang keduanya adalah bukan muslim,
maka kita harus memilih yang mana ? pilih yang kinerjanya terbaik, diketahui
dari mana ? dari pendidikan dan riwayat kerja, riwayat prestasinya.
Kasus kedua,
jika ada pasangan calon yang A adalah muslim dan yang B adalah bukan muslim.
Dengan sangat disayangkan karena akan ada yang kecewa, kaum yang bukan Islam, saya
harus mengatakan ini, sebagai umat muslim memang harus memilih A. Dan selanjutnya
biarkan hasil menentukan, apakah A atau B yang menang. Jikalau yang menang
adalah A maka bersyukurlah dan jika B yang menang, maka terimalah dan berlapang
dada. Saya sangat tidak suka kefanatikan membabi buta, padahal pijakannya saja
lemah. Karena kita adalah Indonesia, bukan negara Islam, tapi negara kesatuan
yang banyak agama di dalamnya. Terkait dengan kemenangan Pak Anies, selamat,
semoga dapat dipercaya.
Oke balik
lagi ke topik bagaimana bijaknya seorang dalam memilih.
Ini bukanlah terkait
karena itu adalah golongan muslim, tapi itu yang diperintahkan dalam Al-Quran,
jika dalam Al-Quran disebutkan pilihlah agama Yahudi, maka saya berani bertaruh
bahwa umat Islam akan memilih agama Yahudi, namun sayangnya Tuhan kami menyeru
agar kami memilih golongan kami. Sama seperti hal-hal lain yang dilarang, tidak
boleh makan babi, anjing dsb, ya kita tetap mematuhinya.
Maka sekarang
kita kembalikan lagi ke diri masing-masing. Bagaimana jika seorang muslimin
tidak mematuhi ?
Itu adalah urusan pribadinya. Tidak ada yang dapat mengambil hak
atas dirimu sepenuhnya kecuali Tuhan. Jadi jika ia mau berjalan menurut
kemampuan kaki dan pijakannya sendiri, itu adalah urusan pribadinya.
Sama
seperti seorang muslimin yang ingin murtad (keluar dari agama Islam), ingin
memilih Gubernur yang bukan Islam, itu bukanlah suatu masalah. Itu adalah hak
nya sebagai manusia yang dapat melakukan apapun sesuai kemauannya, karena
pertanggungjawaban kita adalah masing-masing setelah kebenaran telah diajarkan.
Sama seperti
golongan umat Kristiani, Hindu, Budha. Pastilah jika pasangan calon nya menjadi
kandidat pemimpin, maka mereka akan memilih dari kaum agamanya yang akan
membantu memberi kedamaian bagi agamanya sendiri, bisa saja seluruh masyarakat
golongannya, bisa saja separuhnya, bisa saja sepertiganya, seperempat atau
bahkan sebagian kecil saja.
Ini semua
hanya kebetulan saja Indonesia adalah negara yang mayoritasnya Islam, sehingga
jika pemilihan calon pemimpin, hampir dipastikan yang muslim akan menang,
karena setiap orang akan memilih pasangan yang memberikan manfaat bagi dirinya
juga golongannya. Begitu juga umat kristiani bukan ? Jika saja yang menjadi
pasangan calon adalah seorang pendeta yang baik, pastilah akan memilih bapak
pendeta tersebut. Tapi itu semua kembali ke diri masing-masing. Baiknya dalam hati kecil kita, mengakui apa yang dikatakan oleh hati.
Sama seperti
halnya negara lain yang kaum Kristiani adalah mayoritas, maka yang menang
akanlah kaum Nasrani. Jika pun seorang pasangan pemimpin Islam mencalonkan diri
di pemilihan pemimpin yang mayoritasnya adalah Nasrani, Hindu atau Buddha. Ada tiga kemungkinan,
pertama hal tersebut tidaklah mungkin terjadi untuk mencalonkan diri, kedua
adalah jikapun mungkin mencalonkan maka tidaklah menang, dan ketiga jika
mungkin mencalonkan dan menang diatas kaum mayoritas yang bukan Muslim, mungkin
itu adalah keajaiban, dan merupakan suatu negara yang sangat moderat yang tidak pandang bulu, sayangnya saya belum menemukan negara ini.
Contohnya
saja negara India. Yang mayoritas adalah Hindu dan bukan Islam. Mereka tidak
bisa berbuat apapun jika pasangan calon seluruhnya adalah bukan Islam. Atau pemimpin
yang terpilih dari dua pasangan pilihan yang Hindu dan Islam adalah menangnya pemimpin
Hindu. Maka sebagai warga negara yang baik, maka kepemimpinan politik tetap
berjalan. Apa mereka berdosa ? Kita tidak pernah tau. Apa kamu berani menjamin, sebagai seorang yang beragama dan bernegara, kepatuhannya terhadap pemimpin yang bukan dari agamanya karena kondisi terpaksa layak untuk dikatakan berdosa ? Karena memang begitu keadaan
negara tersebut. Ikutilah kepemimpinannya dan jika hak-hak keisalamannya
tertindas di tempat tersebut, maka berjuanglah melawan dan jika kira-kira tidak
bisa juga maka pindahlah ke negara yang akan memberikan kenyamanan bagi seorang
muslim.
Saya kira ini
bukanlah masalah Indonesia. Tapi ini adalah masalah seluruh penjuru dunia.
Dimana mayoritas akan selalu menang. Terlepas dari mayoritas itu apakah muslim
atau nasrani, buddha, hindu dan agama lainnya. Berhentilah membuat drama
seakan-akan Islam di Indonesia ini adalah buruk. Lantas bagaimana dengan negara
lain ? negara Islam itu hanya dibagian Timur Tengah saja, sedangkan negara di
dunia ini sangat banyak. Jadi mayoritas yang memimpin juga tau kan siapa ?
Apakah Islam membenci
umat Nasrani ? Tidak sama sekali. Karena pandangan saya, kalian sudah mendekati
keIslaman, kalian mempercayai seluruh Nabi yang ada di Islam, hanya saja satu
yang belum, yang paling terakhir yaitu Nabi Muhammad SAW. Dibanding umat Hindu,
Buddha, bagiku, agama Nasrani itu lebih mendekati saudara dibandingkan agama
lainnya. Hanya saja zaman telah berlalu jauh dari kehidupan para Nabi, dan cara
menyembah Tuhan kita sangat berbeda. Biarlah setiap golongan membenarkan
ajarannya masing-masing, karena kita tidak perlu bersusah payah berkoar-koar di
dunia ini mengatakan ini adalah yang benar dan itu adalah yang salah, hanya
laksanakan saja sesuai perintah agama yang kau anut. Selesai.
Sama seperti
kehidupan biasa, sehari-hari. Disetiap kehidupan ada normanya, norma hukum,
norma sosial, norma agama dan masih banyak lagi norma-norma lainnya. Adalah hak
mu mengikuti aturan atau melanggar, karena semuanya berbalik lagi pada dirimu. Sederhana
saja, contohnya dilarang membuang sampah sembarangan, bagi masyarakat yang
tidak mematuhi, hal itu hanya berbalik pada dirinya sendiri, kerusakan alam. Contoh
lain adalah patuhilah peraturan berkendaraan lalu lintas. Jika tidak memiliki
surat berkendara lengkap, hanya menyusahkan hatimu saja was was di jalan jika
bertemu dengan polisi, ataupun tidak menggunakan helm akan membuatmu cedera
jika terjadi kecelakaan. Itu semua adalah keputusan pribadimu mau menjalani
hidup ini seperti apa.
Apa kaitannya
Pak Ahok dengan hukuman yang ia dapat ?
Jadi pilihan
yang kau buat dalam hidup ini, semuanya telah diatur dalam agama maupun hukum. Jika semua telah jelas tertulis di kitab agama maupun hukum, lantas
letak kesalahannya dimana ? Masih mau mengingkari ? Adalah pantas seseorang
yang bersalah mendapat hukuman, terlepas dari telah terucap kata maaf dan memaafkan. Itu tidaklah salah.
Sama halnya
seperti seorang maling, bagaimanakah nasib seorang maling setelah menangis
terisak-isak dan meminta maaf pada yang punya barang ? Bisa saja si maling
lepas, bisa saja masuk penjara. Lepasnya maling karena si pemilik barang tidak
menuntut dan memaafkan, atau masuk penjara karena ia dilaporkan polisi. Itu semua tergantung si penuntut, si maling hanyalah pasrah saja dan
berdoa bagaimana Tuhan memberikan ketetapannya. Bisa jadi dibalik itu semua,
menjadi pelajaran bagi si maling agar tidak menjadi pencuri lagi dan berubah
menjadi lebih baik.
Maka kita
kembalikan, jika sebagian berkoar-koar menegakkan agamanya dan sebagian lagi
berkoar-koar bahwa kaumnya tertindas, bijaklah berfikir. Dimana letak kesalahan antara dua kaum tersebut ?
Saya pribadi
tidak tau, apakah ia berniat menistakan agama atau tidak, tetapi banyak umat
Islam terluka akan ucapan nya kala itu di Kepulauan Seribu, sehingga dibuatlah
laporan. Umat Islam tidak seluruhnya bodoh, begitu juga umat Kristiani, tidak
seluruhnya pintar. Jika ada yang berteriak karena politik, itu adalah
urusannya. Jika ada yang berteriak karena memang dia adalah seorang yg alim
ulama, sekali lagi, itu adalah urusannya.
Bagi saya,
sebagai umat muslim saya memaafkan dan tidak menuntut dia untuk dipenjara. Pun saya
tidak membencinya. Maka ketika teman-teman saya di Kampung Inggris saat itu pergi ke Jakarta mengikuti gerakan 212 dan saat itu dia datang meminjam powerbank saya dan menanyakan apakah saya ikut berjuang melawan, maka saya katakan tidak. Saya tidak ikut serta karena bagi saya perjuangan keIslaman saya
tidak dalam kapasitas itu. Perjuangan saya sebagai generasi muda adalah mengusahakan moral yang baik dan menjadi seorang muslimah yang sukses dan dapat membantu membangun negara dan tidak membantu negara ini menjadi semakin memburuk dengan kemiskinan dan kebodohan.
Saya juga
tidak mengolok-olok dan tidak menyalahkan saudara saya yang memperjuangkannya. Setiap
orang pasti memiliki alasan pribadi bagi dirinya masing-masing dalam melakukan
setiap hal.
Dalam hidup
saya, ketika saya tersakiti, saya sudah biasa memaafkan tanpa membalas,
sekalipun, apapun itu. Maka saya memiliki banyak teman dari mana saja dan siapa
saja. Pandangan saya terhadap bapak Ahok, saya tidak memiliki kemampuan sehebat
dan setegas dia dalam menciptakan kota Jakarta menjadi lebih baik,saya
berterima kasih atas kinerjanya selama ini, walau Jakarta bukanlah kota saya,
namun Jakarta adalah Ibu kota negara kita. Kalau kata Pak Ahok Jakarta adalah
milik kita dan kata Pak Anis Jakarta rumah kita bersama. Ya benar sekali, maka
masalah ini menarik perhatian negara yang sangat besar.
Namun, saya
percaya, kasus penistaan agama ini menjadikan bangsa ini lebih bijak bagi yang
berfikir. Lebih berhati-hati dalam berucap, berkata, berkelakuan. Saya melihat
bahwa pepatah yang mengatakan mulutmu adalah harimau mu dan karena setitik nila
rusak susu sebelanga adalah benar adanya. Bagaimana seorang Pak Ahok memiliki
sifat dan integritas yang baik, namun tidak diikuti dengan tutur kata yang
lembut sehingga suatu hari akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Bagai
busur panah yang dilepas, maka tidak akan kembali. Ya seperti itulah ucapan
seorang manusia. Saya belajar banyak hal sepanjang kasus ini, saya mengerti
bagaimana kekuatan ucapan dalam kehidupan kita. Maka berbicaralah yang baik saja. Perkataan yang keluar dari
mulut kita adalah hal yang dapat membangun atau menghancurkan kita.
Sebagai
anak muda, saya belajar banyak hal dari seorang Bapak Ahok. Saya tidak membenci
dirinya, tapi saya bersyukur, dengan adanya sosoknya, kasusnya, saya belajar
bagaimana menjadi pribadi yang lebih baik lagi agar sukses ke depannya bagi
diri sendiri maupun bermanfaat bagi semua orang.
Marilah kita
menjadi pribadi yang lebih bijaksana.
Jika banding hukum
memenangkannya dan melepaskannya, sebagai warga negara yang baik, patuhilah dan
berlapang dadalah, karena kita harus memiliki hati yang penuh kasih, Tuhan juga
tau perjuangan seseorang dalam agamanya, bahkan Tuhan pun memaafkan orang yang
melakukan kesalahan.
Namun jika
hukum tetap keras menyatakan ia bersalah dan harus dipenjara, maka terimalah dengan lapang dada. Memang selalu ada penyesalan dan harga mahal yang harus dibayar karena murahnya ucapan kasar yang terlontar.
Komentar
Posting Komentar