Pernahkah kau sadar makna senja ?

Sore itu masih terlihat sama. 
Senja yang enggan menampakkan wajahnya, ia mengalah kepada hujan. 
Ya, hujan. Hanya hujan yang selalu diingat setiap orang. 
Hujan yang memberi massa yang nyata, setiap tetes airnya membuat orang-orang memahami bahwa hujan sedang turun. 
Para pengendara motor berhenti, terlihat mereka sedang bersiap menggunakan jas hujannya, sebagian memutuskan menunggu hujan reda. Mobil-mobil berjalan dibawah tetesan hujan, membuat para pejalan kaki yang memegang payung terciprat air di genangan lubang. 
Hujan... Setiap tetes airnya memberi gumaman, entah suka atau pun merasa terganggu karena hadirnya.

Senja berada disana, bahkan tak dihiraukan. 
Orang-orang menyusuri jalanan di sore hari, berharap segera tiba di kediamannya. 
Yang ada hanya keluhan pengendara menunggu lamanya detik lampu merah usai, tak sedikit yang menutup hidung karena bau asap kendaraan yang semakin membantu dirinya gelap di awan. 
Dia berharap pada para pejalan kaki untuk mengingatnya.
Namun mereka hanya fokus pada waktu yang melingkar di pergelangan tangannya, melewati jalur pejalan kaki dan berhati-hati terhadap suara peringatan kendaraan yang bersautan satu persatu pertanda sang hijau menyala.

Senja menunggu di setiap harinya.
Kala itu, ia melihat sekelompok burung terbang melewati dirinya. 
Ia mencoba senyum, berharap mereka menyapa. Namun suara indah kicauan burung di udara hanya untuk memberi sinyal satu sama lain agar tidak keluar dari koloninya. 
Ya, mereka sangat rindu terhadap sangkarnya. Senja hanyalah tanda, tanda untuk pulang membawa makanan kepada si kecil yang menunggu di sangkar. 
Senja juga membuat anak-anak burung mengerti, sebentar lagi waktunya makan dan sang Ibu akan pulang. Memang saatnya tiba. Bukan karena hadirnya senja.

Senja juga tampak dari pekarangan rumah. 
Anak-anak sedang bermain di gang sekitar rumahnya. Senja mendengar tawa canda mereka. 
Ah, terlihat sangat bahagia. Lepas, bebas dan penuh dengan guyon jenaka. 
Sesekali anak-anak kecil tersebut berkeras pendapat, tetapi yang bijaksana menengahi dengan ejekan yang membuat gelak tawa. Terlihat mereka sedang bermain petak umpet, bersembunyi di balik tiang-tiang tembok rumah. 
Bahkan ada yang berlari masuk ke warung, mengajak pemilik warung bekerja sama untuk persembunyiannya. 
Sampai gema suara terdengar, yang telah dipahami seluruh bumi.
Adzan mengudara. 
Tanda bahwa waktu bermain usai dan saatnya beramai-ramai menuju mesjid. Riang tawa mereka terdengar sampai ke atas, membuat ia ikut bahagia.

Ya, itulah senja. Yang selalu hadir disetiap hari kita.
Tak banyak yang mengingatnya, hadirnya pun tak terasa. 
Karena sosok nyata yang lain lebih terlihat. 
Padahal dirinya lah yang membantu mereka, karena dirinyalah sang penanda.

Senja menghadirkan ikhlas
Walau dirinya tak terasa bermakna. Ia membantu proses.
Tetapi semua hanya menghargai hasil saja. Tidak melihat siapa dibaliknya.

Senja mengajarkan perjuangan. 
Berjuang walau tak dihiraukan. Ia percaya, suatu hari akan ada yang memotret dirinya. 
Walau tak menjadi hal yang harus diperbincangkan sekarang, keyakinannya melekat kuat di dalam.
Suatu saat gambarnya membuat decak kagum orang.

Senja tak pernah bosan. 
Walau orang mengabaikan, ia tetap hadir di penghujung hari. 
Tak jarang sosok lain kadang menutupinya. Tapi ia tidak menyerah untuk hadir kembali esok hari. 
Hari yang dilaluinya hari ini merupakan jatah pada hari yang sama saja.  
Ia paham betul bahwa duka hari ini tidak harus hadir kembali untuk selanjutnya.

Senja memberi keindahan. 
Buruknya sikap yang lain untuk menutupinya, tak menjadikannya lemah dalam persembunyian selamanya. 
Sisa-sisa kemerahan yang masih terlihat, ia maknai sebagai kejahatan haruslah dibalas dengan kebaikan.

Ya, itulah senja. 
Senja hadir untuk mengingatkan kita bahwa tak ada yang sia sia untuk suatu kebaikan. 
Senja mengajarkan bahwa alam pun memberi teladan. 
Sebagai manusia, tidakkah kita malu pada senja ?






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pisang Cavendish

Lanjutkan Mimpimu

the first book in 2k18 - Tentang Kamu